Selasa, 23 November 2010

13 SMA Terbaik Versi Depdiknas



بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

 1. SMAN 3 Semarang (125 Persen Masuk PTN):
Ngak heran SMAN 3 Semarang dinobatkan sebagai SMA Terbaik Peringkat Pertama sama Depdiknas, selain punya banyak prestasi sekolah yg uda merintis sekolah bertaraf Internasional ini punyakualitas nomor wahid.
Salah satunya buat prestasi ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Selain itu sekolah ini menjamin siswa/i nya agar bisa bersaing dalam memperebutkan "kursi" kuliah di PTN, sehingga ngak salah Kepala Sekolah SMAN 3 Semarang berani nyebut lulusan mereka siap masuk kampus.

2. SMA Taruna Nusantara Magelang (Rebutan Siswa/i Se-Indonesia)
Buat sekolah yg satu ini kita2 pasti udah pada tau, sekolah ini sekolah yg menerapkan sistem asrama dan punya kedisiplinan tinggi, ngak salah kalo sekolah ini di cap sebagai sekolah militer.
Tapi jangan berpikiran negatif gan, sekolah ini memang punya kedisiplinan ala militer, tapi bukan berarti benar2 sekolah militer, pembelajaran disekolah ini tetap sama seperti sekolah lainnya, yg membedakan hanya kedisiplinan yg diajarkan seperti yg ada di militer.
Cek ini buat info lebih lanjut: http://taruna-nusantara-mgl.sch.id
  
3. SMAN 4 Denpasar (Junjung Tinggi Budaya Lokal):
SMA megah berlantai 3 ini selalu bikin orang terkagum2 ngeliatnya, gimana ngak soalnyaarsitektur gedung nya keren abisa gan, dan sekolah ini bernuansa Kota Bali Banget, karena itu sekolah ini dijuluki Sekolah yg Menjunjung Tinggi Budaya Lokal nya.
Bukan cuma itu, prestasi sekolah ini juga ngak maen2, kalo kita uda masuk sekolah ini kita bakal liat ratusan (ratusan gan) piala tersusun rapi dilemari.
Buat tau lebih tentang sekolah ini cek: http://sman4dps.sch.id
  
4. SMAS Sutomo 1 Medan (Jagoan Akademik dan Olahraga):
Dari Medan kita punya SMAS Sutomo 1 Medan, SMA ini bisa dibilang Jagoannya Olahraga, karena prestasi olahraga nya terutama Basket selalu mentereng, disetiap ada kejuaraan basket antar sekolah, tim basket SMAS Sutomo 1 Medan pasti jadi yg favorit, buat piala yg uda disabet ampe ngak keitung deh banyaknya.
Info lebih lanjut cek: http://sutomo-mdn.sch.id

5. SMAN 1 Bogor (Satu2nya SMA Unggulan Bogor):
Nah buat yg satu ini bisa dibilang satu2nya SMA unggulan di Bogor, jadi buat agan2 yg mau masuk sekolah ini siap2 "rebutan kursi" sama anak2 lain, karena so pasti bakalan banyak saingan buat masuk sekolah unggulan ini.
Jangan llupa cek: http://sman1bogor.sch.id

6. SMAN Plus Riau (Sekolah Komplet):
Sekolah unggulan Riau ini didirikan sejak 1998 lalu, dan sampai sekarang selalu menjadi acuan SMA lainnya di Riau.
Sekolah ini didukung dengan fasilitas lengkap, mulai dari laboraturium, baik itu buat IPA ato Laboraturium Bahasa, ngak ketinggalan lapangan, baik itu lapangan voli sampai basket.
Satu lagi yg bikin nih sekolah komplet, guru2 yg dipake jasanya minimal S2, nah bayangin ajah tuh, kita diajar sama guru2 lulusan S2 yg dijamin punya kemampuan yg tinggi.
Info lebih lanjut: http://smanpluspropriau.com

7. SMAN 3 Bandung (Musik OKE, Prestasi OYE):
Dari kota Kembang ada SMAN 3 Bandung yg masuk jajaran Sekolah TOP, sekolah ini menerima siswa/i nya dari Seleksi Terbuka yg disebut SERU3, nah jadi buat agan yg pengen masuk SMAN 3 Bandung cukup gampang, tinggal ikut tes nya ajah, kalo emang mampu pasti lulus gan.
Selain prestasi akademik nya yg bagus2, sekolah ini juga punya prestasi di bidang musik yg bisa dibilang OKE punya, gimana ngak, sekolah ini mampu mengirim siswa/i nya ke ajang Internasional buat perlombaan musik, disini musiak yg diperkenalkan yaitu musik khas Indonesia, angklung.
Jangan lupa cek SMAN 3 Bandung ke: http://sman3-bdg.net
  
8. SMAN 3 Malang (Berkat Bhawikarsu):
Sekolah ini salah merupakan salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), yg lekat dengan semboyan bernama Bhawikarsu, saking mendarah dagingnya, setiap warga Malang selalu ingat dengan semboyan ini jika mendengar nama SMAN 1 Malang.
Info lebih lanjut cek: http://sman3malang.sch.id

9. SMAN 1 Yogyakarta (Sekolah Peduli):
Sengaja disebut Sekolah Peduli karena sebelum mempunyai nama SMAN1 sekolah ini bernama Sekolah Teladan.
Semua warga Yogyakarta pasti tau sama sekolah yg satu ini, karena merupakan 1 dari 5 sekolah unggulan Yogyakarta, sekolah ini juga mempunyai motto "Global Oriented and National Culture Based School".
  
10. SMAN 8 Jakarta (Sentuhan Militer):
Salah satu SMA ter-favorit Jakarta inimewajibkan siswa/i nya buat ikut Latihan Dasar Kepemimpinan Sekolah (LDKS), dan ngak tanggung2 gan, LDKS nya langsung kerjasama sama Angkatan Darat, jadi bayangin ajah, dilatih dengan tingkat miiter sejak sekolah.
Selain itu sistem pembelajaran sekolah ini cukup unik, yaitu menggunakan sistem PAIKEM (Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan). Sistem ini dipake biar siswa/i nya ngak bosen sama pembelajaran yg super duper bayak, jd diselipin games.
Buat info lebih jauh kunjungi http://smun8.net
  
11. SMAN 5 Surabaya (Andalkan Program Magan):
Sekolah dari kota Pahlawan ini ngak pernah sepi dari kegiatan2, baik itu kegiatan yg berhubungan sama sekolah, ato yg diluar dari pelajaran (Ekstrakurikuler).
Selain itu, SMAN 5 Surabaya ini lebih banyak menghadirkan program magang buat siswa/i nya, biar lulusannya pada punya kualitas dan kemampuan.
Tapi buat agan2 yg pengen masuk SMAN 5 Surabaya ini harus siap punya nilai rata2 UN yg selangit, yaitu 9.1 (wow)
Buat info2 lebih lanjut kunjungi http://sma5-sby.net

 12. SMAN 10 Samarinda (Sekolah Rasa Kampus):
Sekolah Negeri di Samarinda ini cukup berbeda dari sekolah Negeri lainnya, karena sekolah ini memiliki asrama untuk siswa/i nya, dan semua siswa/i yg masuk SMA ini diwajibkan untuk masuk asrama, serta diwajibkan pula untuk mengikuti semua program diasrama.
Yang membuat sekolah ini berbeda jg karena sekolah ini punya "rasa" kampus, maksudnya sekolah ini membebaskan para muridnya seperti dikampus2 biasanya, dan sekolah ini pun ngak pake rapor, melainkan menggunakan Indeks Prestasi (IP).
Wah, sekolah yg unik nih, cocok buat agan2 yg pengen "bebas".
Buat info2nya kunjungi http://sma10me-lati.com

13. SMAS Lokon Sulawesi Utara (Sekolahnya Siswa Advance):
SMA ini menyaring siswa/i barunya berdasarkan tes, agar standar siswa/i nya terjaga, dan dijamin murni.
Selain itu SMA ini juga menyediakan asrama buat siswa/i nya, tapi tidak diwajibkan.
Buat info lebih lanjut tentang SMAS Lokon kunjungi 





Berhubung sekolah saya (SMAN 1 Yogyakarta) masuk peringkat dan merupakan satu-satunya dari provinsi DIY, saya ikut bangga. :)

Anak Indonesia Timur Menemukan Rumus

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

Pada pertengahan April 2004, media-media massa di Indonesia tiba-tiba santer memberitakan tentang Septinus George Sa’a. Pemuda ini telah memenangi lomba “First Step to Noble Prize in Physics”. Ini adalah lomba bergengsi bagi siswa sekolah menengah seantero jagad selain Olimpiade Fisika. Kompetisi yang digagas Waldemar Gorzkowski 10 tahun silam ini mewajibkan pesertanya melakukan dan menuliskan penelitian apa saja di bidang fisika. Hasil penelitian tersebut kemudian dikirimkan dalam bahasa Inggris ke juri Internasional di Polandia. Sementara dalam Olimpiade Fisika para peserta diwajibkan mengerjakan soal-soal fisika dalam waktu yang sudah ditentukan. Pada kompetisi “First Step to Nobel Prize in Physics” hasil riset Septinus George Saa tidak menuai satu bantahan pun dari para juri.
Oge, demikian panggilan akrabnya, menemukan cara menghitung hambatan antara dua titik rangkaian resistor tak hingga yang membentuk segitiga dan hexagon. Formula hitungan yang ia tuangkan dalam papernya “Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor” itu mengungguli ratusan paper dari 73 negara yang masuk ke meja juri.  Para juri yang terdiri dari 30 jawara fisika dari 25 negara itu hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskan pemuda 17 tahun asal Jayapura ini menggondol emas.
Paper Oge yang masuk lewat surat elektronik di hari terakhir lomba itu dinilai orisinil, kreatif, dan mudah dipahami. Tak berlebihan jika gurunya Profesor Yohanes Surya mengatakan formula Oge ini selayaknya disebut George Saa Formula.
Kemenangan Oge mengikuti jejak para genius Indonesia sebelumnya. Lima tahun lalu I Made Agus Wirawan dari Bali juga meraih emas pada kompetisi serupa.
Oge adalah putera asli Papua. Tanah kelahirannya, di ujung timur Indonesia, hingga kini tak usai didera konflik. Lima orang presiden yang datang dan pergi selama 59 tahun Indonesia merdeka tak pernah berhenti berjanji meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bumi cendrawasih sana. Tapi janji hanya janji. Kemunculan Oge di panggung internasional seperti mengingatkan bahwa ada mutiara-mutiara  bersinar yang perlu mendapat perhatian di kawasan timur Indonesia.
Oge lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Silas Saa, adalah Kepala Dinas Kehutanan Teminabuhan, Sorong. Oge lebih senang menyebut ayahnya petani ketimbang pegawai. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Silas, dibantu isterinya, Nelce Wofam, dan kelima anak mereka, harus mengolah ladang, menanam umbi-umbian. Kelima anak Silas mewarisi keenceran otaknya. Silas adalah lulusan Sekolah Kehutanan Menengah Atas tahun 1969, sebuah jenjang pendidikan yang tinggi bagi orang Papua kala itu.
Apulena Saa, puteri sulung Silas, mengikuti jejak ayahnya. Ia adalah Sarjana  Kehutanan lulusan Universitas Cendrawasih. Franky Albert Saa, putera kedua, saat ini tengah menempuh Program Magister Manajemen pada Universitas Cendrawasih. Yopi Saa, putera ketiga, adalah mahasiswa kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Agustinus Saa, putera keempat, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, Manokwari. Sementara si Bungsu, Oge, meraih emas di panggung internasional. “Semua anak mama tidak manja dengan uang, sebab kami tidak punya uang,” tutur mama Nelce usai menemani puteranya menerima penghargaan dari Departemen Kehutanan, Selasa (22/6/2004), di Departemen Kehutanan, Jakarta.
Ia bertutur, karena minimnya ekonomi keluarga, Oge sering tidak masuk sekolah ketika SD hingga SMP. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 10 km. Oge harus naik “taksi” (angkutan umum) dengan ongkos Rp 1.500 sekali jalan. Itu berarti Rp 3.000 pulang pergi. “Tidak bisa jajan. Untuk naik “taksi” saja mama sering tidak punya uang. Kalau Oge mau makan harus pulang ke rumah,” katanya.
Oge lahir 22 September 1986. Ia memang pintar sejak kecil. Tidak seperti Einstein yang pernah tinggal kelas, Oge kecil selalu juara kelas sejak di bangku SD hingga SMP. Bahkan ketika kelas IV SD gurunya menawari untuk ikut Ebtanas kelas VI. Namun, mamanya melarang karena saat itu kakaknya, Agustinus Saa, juga duduk di kelas VI.
Bagi Oge prestasi tidak selalu berarti karena uang. Pemuda yang dikenal sebagai playmaker di lapangan basket ini adalah orang yang haus untuk belajar. Selalu ada jalan untuk orang-orang yang haus seperti Oge. Prestasinya di bidang fisika bukan semata-mata karena ia menggilai ilmu yang menurut sebagian anak muda rumit ini.
“Saya tertarik fisika sejak SMP. Tidak ada yang khusus kenapa saya suka fisika karena pada dasarnya saya suka belajar saja. Lupakan saja kata fisika, saya suka belajar semuanya,” katanya. “Semua mata pelajaran di sekolah saya suka kecuali PPKN (Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan). Pelajaran itu membosankan dan terlalu banyak mencatat. Saya suka kimia, sejarah, geografi, matematika, apalagi bahasa Indonesia. Saya selalu bagus nilai Bahasa Indonesia,” tambahnya.
Selepas SD dan SMP yang kerap diwarnai bolos sekolah itu, Oge diterima di SMUN 3 Buper Jayapura. Ini adalah sekolah unggulan milik pemerintah daerah yang menjamin semua kebutuhan siswa, mulai dari seragam, uang saku, hingga asrama. Kehausan intelektualnya seperti menemukan oase di sini. Ia mulai mengenal internet. Dari jagad maya ini ia mendapat macam-macam teori, temuan, dan hasil penelitian para pakar fisika dunia.
Kebrilianan otak mutiara hitam dari timur Indonesia ini mulai bersinar ketika pada 2001 ia menjuarai lomba Olimpiade Kimia (kok malah Olimpiade Kimia?) tingkat daerah. Karena prestasinya itu, ia mendapat beasiswa ke Jakarta dari Pemerintah Provinsi Papua. Namun mamanya melarang putera bungsunya berangkat ke Ibu Kota. Prestasi rupanya membutuhkan sedikit kenakalan dan kenekatan. Dibantu kakaknya, Frangky, Oge berangkat diam-diam. Ia baru memberitahu niatnya kepada mama tercinta sesaat sebelum menaiki tangga pesawat. Mamanya menangis selama dua minggu menyadari anaknya pergi meninggalkan tanah Papua.
Oge kemudian membuktikan bahwa kepergiannya bukan sesuatu yang sia-sia. Tangis sedih mamanya berganti menjadi tangis haru ketika November 2003 ia menduduki peringkat delapan dari 60 perserta lomba matematika kuantum (Ini malah matematika. hmm....-_-) di India. Prestasinya memuncak tahun ini dengan menggenggam emas hasil riset fisikanya. Mamanya pun tidak pernah menangis lagi.
“Saya ingin jadi ilmuwan. Sebenarnya ilmu itu untuk mempermudah hidup. Ilmu pengetahuan dan teknologi itu membuat hidup manusia menjadi nyaman. Saya berharap kalau saya menjadi ilmuwan (aku juga ingin menjadi ilmuan!), saya dapat membuat hidup manusia menjadi lebih nyaman,” kata dia.
Di Jakarta, ia digembleng khusus oleh Bapak Fisika Indonesia, Profesor Yohanes Surya (pantesan pinter). Awal November 2006 ia harus mempresentasikan hasil risetnya di depan ilmuwan fisika di Polandia. Ia harus membuktikan bahwa risetnya tentang hitungan jaring-jaring resistor itu adalah orisinil gagasannya. Setelah itu, ia akan mendapat kesempatan belajar riset di Polish Academy of Science di Polandia selama sebulan di bawah bimbingan fisikawan jempolan.
Sepulang dari Polandia nanti, Oge sudah memutuskan untuk mengambil studi S1-nya di Indonesia di Jurusan Fisika Universitas Pelita Harapan. Meski sejumlah tawaran bantuan terus mengalir kepadanya untuk melanjutkan studi di luar negeri, di antaranya dari Group Bakrie dan Freeport, Oge merasa belum siap untuk meninggalkan tanah air. “Nantilah, untuk S2 dan S3 saya ke luar negeri. Kalau sekarang saya belajar di Amerika, saya belum siap. Saya harus belajar lagi bahasa. Selain itu, fisika itu kan luas. Ada banyak yang harus saya pelajari. Harus ada orang yang betul-betul mendampingi saya,” ujar dia.
Ya, Oge mengaku masih membutuhkan Yohanes Surya. Ia masih membutuhkan tangan dingin guru sekaligus sosok yang dikaguminya itu mengasah otaknya. “Dia (Yohanes Surya) orangnya  beriman. Dia ilmuwan tapi tidak atheis. Dia sangat membantu saya,” kata Oge tentang gurunya itu. (Heru Margianto)
Sumber: Harian Kompas, 27 Juni 2004.